Di Antara Cinta dan Kerinduan: Puisi Tentang Cinta yang Mustahil
![]() |
Di dalam hatiku terdapat cinta yang tak terucapkan,
Untuk seorang wanita yang mustahil untuk kumiliki.
Dia adalah sinar mentari dalam hidupku,
Wanita yang paling cantik dalam pandanganku.
Setiap kalimat yang terucap dari bibirnya,
Seperti mantra yang menghipnotisku.
Aku luluh di hadapannya, tak bisa kuhindari,
Dia adalah kebahagiaan yang terdefinisi.
Namun, cinta ini adalah penderitaan yang tak terhingga,
Seakan aku berjalan di antara mimpi dan kenyataan.
Sakit hati menyertainya, tetapi aku tak peduli,
Asalkan dia bahagia, itu yang kuharapkan.
Dia adalah bunga yang tak bisa kugapai,
Dalam taman hatinya yang terlarang.
Aku hanya bisa memandang dari kejauhan,
Menyimpan kerinduan yang tak terungkapkan.
Aku ingin memeluknya, merasakan kehangatan tubuhnya,
Meski hanya untuk beberapa saat yang berlalu.
Tapi takdir berkata lain, memisahkan kita,
Menyisakan rasa rindu yang tak terperi.
Dalam sunyi malam, aku menulis puisi ini,
Mengalirkan perasaan yang tak terucapkan.
Kata-kata ini menjadi saksi bisu cintaku,
Yang terjebak dalam kehampaan yang tak terbendung.
Meski aku tak bisa memilikinya sepenuhnya,
Cinta ini tetap ada, tak pernah padam.
Aku akan menjaga api ini tetap menyala,
Dalam hati yang mencintai dengan tulus dan ikhlas.
Mungkin suatu hari nanti, takdir akan berpihak padaku,
Membawanya kembali ke pelukan yang kucita.
Namun sampai saat itu tiba, aku akan tetap mencintainya,
Dalam kehampaan yang mendalam, di antara cinta yang mustahil.
Dalam setiap hembusan angin yang lembut,
Aku mengirimkan doa-doa untuknya.
Semoga dia bahagia, semoga dia tersenyum,
Meski aku hanya bisa memandang dari kejauhan.
Cinta ini adalah anugerah dan juga penderitaan,
Sebuah perjalanan yang tak terduga.
Namun, aku akan tetap berjalan dengan tegar,
Menyimpan cintaku dalam hati yang terluka.
Demikianlah puisi ini, ungkapan dari hati yang terpenjara,
Mencintai wanita yang mustahil untuk kumiliki.
Aku akan terus mencintainya dalam diam,
Sampai waktu mempertemukan kita di suatu hari nanti.
Bandungan, 9 Agustus 2023.
Oleh: Gilang Muttaqin
Gabung dalam percakapan